Bab I
Tahapan Perkenalan dengan Nensi
Prinsip
awal yang perlu dikerjakan supaya proses konseling dengan Nensi dapat berhasil
adalah dengan membuat Nensi mengenal saya dan merasa nyaman serta tidak takut
untuk menceritakan permasalahan hidupnya kepada saya. Dengan proses pengenalan
tersebut, saya dapat belajar untuk memahami bagaimana Nensi, dan seperti apa
dirinya, serta pengumpulan data inventaris pribadi Nensi, untuk mempermudah
saya memahami dirinya serta permasalahan yang sedang dia alami. Bahkan dari
proses pengenalan ini, saya bisa mendapatkan data untuk membantuk sebuah
lingkungan konseling yang nyaman bagi dirinya. Indikasi bahwa Nensi telah
nyaman untuk konseling dengan saya adalah keberanian untuk menceritakan masalah
pribadinya secara detail tanpa ada penolakan sedikitpun.
Kata
kunci dari tahap ini adalah mendengarkan.Salah satu ukuran kasih saya terhadap
orang lain adalah bagaimana cara saya mendengarkan diadan sebelum saya dapat
menolong orang lain secara tepat, saya harus mendengarkan perasaannya dan
pendapatnya lebih dahulu.[1]
Dan dalam tahap perkenalan ini, saya dan Nensi juga mengalami proses
komunikasi, dari pembicaraan basa-basi hingga komunikasi kepribadian secara
menyeluruh.[2]
Setelah
saya meyakini bahwa Nensi siap untuk konseling lebih lanjut maka saya akan
mulai menanyakan apa yang terjadi atau permasalahan apa yang sedang terjadi
didalam hidupnya, serta meminta Nensi untuk menceritakannya kepada saya.
Bab II
Tahapan Konseling
Setelah
melakukan perkenalan dan Nensi mau menceritakan segala sesuatu yang menjadi
problem hidupnya secara detail.Dan dikarenakan Nensi adalah seorang putri dan
saya adalah seorang pria, maka saya memberkan penawaran khusus kepada Nensi
untuk mengikut sertakan istri saya yang berpengalaman juga sebagai seorang
konselor serta menjadi seorang ibu. Setelah cukup berpikir akhirnya Nensi
menyetujuinya maka proses konseling dan penjadwalan untuk sesi-sesi yang lebih
lanjut dapat segera dilakukan Dalam kasus Nensi ini saya mencoba menerapkan
pola konseling Gerad Egan[3]
yang memimiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :
2.a. Tahap 1 : Keadaan Konseli “Nensi” Sekarang
Dalam
proses ini, saya mempersilahkan Nensi untuk secara terbuka menceritakan
permasalahan yang dia alami, dan meyakinkan dirinya bahwa saya bersedia untuk
mendengar tanpa menghakiminya. Serta member jaminan kepadanya bahwa segala yang
telah dia ceritakan akan menjadi sebuah catatan pembicaraan yang rahasia, atau
dapat dikatakan hanya ada empat pribadi saja yang mengetahuinya, yaitu : saya,
istri saya, Nensi sendiri, serta Tuhan.
Dalam
tahapan ini setelah melalui jam-jam yang penuh dengan perasaan emosional, saya mendapatkan
banyak data mengenai riwayat Nensi.Dia berusia tujuh belas tahun, memiliki
cita-cita yang tinggi dan ingin memiliki hidup yang sukses.Namun pada
kenyataannya Nensi hidup dan dibesarkan tidak dalam asuhan kedua orang tuanya
melainkan neneknya dan situasi dan kondisi yang menyulitkan dia untuk menikmati
hidup yang dia impikan tersebut, kondisi Nensi tersebut dikarena kepercayaan nenek
moyang Tionghoa yang dipegang oleh keluarga tersebut.Dalam kepercayaan tersebut
Nensi termasuk sebagai anak pembawa sial atau “ciong”.Hal tersebut melukai hati
Nensi, terlebih lagi setelah dia dipersalahkan oleh Ayahnya, dikarenakan kesialan
si Nensi menyebabkan ibunya meninggal, setelah kunjungan Nensi kerumah sakit.Selain
kekerasan psikologis, kekerasan fisikpun juga sering dia alami.
Seiring
dengan perjalan waktu kehidupannya, Nensi bertemu dengan seorang pria, yang dia
anggap ideal untuk memenuhi kehausan akan kasih saying dan penghiburan atas
luka batin yang dia alami.Akan tetapi pria tersebut tidak didalam Tuhan.Dan
ayahnya yang tidak memperlakukan Nensi dengan semestinya seperti seorang Bapak
dengan putrinya, turut campur mencegah hubungan Nensi dengan Pria tersebut.
Saat
ini Nensi dan pria tersebut tengah menjalani hubungan yang bersifat “back
street” atau rahasia supaya ayahnya tidak mengetahuinya. Akan tetapi setelah
dia menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juru selamatnya, Nensi menjadi
sadar bahwa segala yang dia lakukan tersebut tidaklah benar, dan dia sangat
rindu untuk dapat berubah, serta menjadi orang yang benar-benara merdeka
serta lebih baik lagi sehingga dapat
menjadi berkat bagi sesamanya.
2.b. Tahap 2 : Menolong Konseli “Nensi”
Mengembangkan Suatu Gambaran Baru
Mengenai Masa Depannya,
Jika Sudah Berubah Menjadi Lebih
Baik
Dalam
tahap kedua ini, saya mulai mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang berkisar
pada : apa yang diinginkan oleh Nensi dan memintanya untuk menuliskannya di beberapa lembar kertas dan kalau perlu saya
memotivasi Nensi untuk menggambarkannya
dengan sketsa sederhana yang sanggup dia lakukan. Supaya nensi lebih mudah
menvisualisasikan didalam pikirannya serta dapat memotivasinya untuk lebih
bersemangat bergerak maju mengatasi masalahnya dan memperoleh apa yang dia
inginkan.
Semenjak
menerima Kristus tersebut, Nensi memiliki beberapa keinginan yang sangat dia
rindukan untuk dapat terwujud, yaitu :
1.
Kehidupannya
dipulihkan dan tidak lagi membenci ayahnya, akan tetapi dia tidak mengetahui
caraya.
2.
Dia
ingin pola kehidupannya dipulihkan sehingga menyenangkan hati Tuhan.
3.
Dia
ingin berhasil dalam pendidikannya, akan tetapi dia tidak mengetahui cara
belajar yang baik.
2.c. Tahap 3 : Perencanaan Tindakan-tindakan Praktis
Yang Akan Laksanakan Konseli
“Nensi” Untuk Mencapai Tujuannya
Sebagai
konselor Kristen saya memberikan Nensi beberapa saran yang “mengintegrasikan”:
“prinsip teologia dari Alkitab dengan pengetahuan psikologi umum”[4]kepada
Nensi untuk dapat mengatasi segala permasalahannya tersebut, serta dapat meraih
apa yang dia inginkan.
2.c.1. Pandangan psikologi umum
Saya
memilih beberapa teori dari psikologi umum seperti pola konseling Gerad Egan
dan Abraham Maslow, seorang psikolog
yang sangat terkenal karena teori tentang kebutuhan manusia, selanjutnya
dikombinasikan dengan pandangan-pandangan penyelesaian maslah menurut pandangan
Alkitab.
Menurut
teori kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow, Nensi mengalami kekurangan
didalam pemenuhan :
1. Kebutuhantingkat ke dua: kebutuhan akan rasa
aman
Maslow
berpendapat bahwa anak-anak membutuhkan suatu dunia yang dapat
diramalkan.Mereka menyukai konsistensi dan rutinitas yang wajar supaya merasa
aman. Jika unsure-unsur itu tidak ditemukan maka anak tersebut akan merasa
cemas dan tidak aman. Anak-anak yang dibesarkan dengan perasaan tidak aman,
akan menjadi orang dewasa yang tidak aman pula. Peranan orang tua dalam hal ini
penting sekali, untuk melindungi anak secara baik dan wajar, sesuai dengan
umurnya, sehingga anak-anak akan merasa aman di dalam keluarganya.[5]
Dalam
kasus Nensi, remaja putri ini sudah harus keluar dari rumah dikarenakan
penolakan orang tua mereka yang berpegang pada tradisi Tionghoa, yang
mengkatagorikan Nensi sebagai anak pembawa sial “ciong”, biasanya karena
tanggal lahir atau shio kelahirannya. Nensi dari kecil sudah harus hidup
bersama neneknya tanpa ada payung perlindungan rasa aman dari kedua orang
tuanya.
2. Kebutuhan tingkat tiga : kebutuhan akan
kasih, dimiliki dan memiliki
Kalau
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman telah terpenuhi, manusia bisa
memikirkan kebutuhan akan cinta, kasih sayang, rasanya diterima oleh orag lain.
Dia membutuhkan hubungan yang penuh kasih sayang, perasaan diterima oleh
kelompoknya.Cinta yang dimaksud oleh Maslow adalah hubungan sehat yang penuh
kasih sayang antara dua orang, termasuk sikap saling percaya.[6]
Nensi
sangat haus akan pemenuhan kebutuhan ini, dia sangat tidak dapat memahami
mengapa orang tuanya menolak dia, dan menitipkannya kepada neneknya. Dia sangat
terluka dan merasa sangat tidak dikasihi sebagaimana mestinya seorang anak. Dan
yang lebih mengkawatirkan lagi adalah nensi telah berhubungan “pacaran” dengan
pria yang belum didalam Tuhan, serta memiliki sifat dan perilaku yang tidak
baik bagi masa depan Nensi.
3. Kebutuhan tingkat ke empat: kebutuhan akan
penghargaan.
Menurut
Maslow setiap orang membutuhkan dua jenis penghargaan :Harga diri yaitu kebutuhan percaya diri, perasaan kompeten,
perasaan mampu, ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain : penghargaan karena mencapai prestise
tertentu, penerima dan perhatian dari orang lain, kedudukan yang terhormat dan
nama baik.[7]
Seseorang
yang memiliki perasaan harga diri akan merasa lebih percaya diri, lebih mampu,
dan menjadi lebih produktif. Sebaliknya jika perasaan harga dirinya berkurang,
timbulnya perasaan rendah diri, tidak berdaya, bahkan perasaan putus asa.[8]
Karena
tidak terpenuhinya kebutuhan tingkat dua dan tingkat tiga, maka Nensi juga
mengalami kekurangan pemenuhan kebutuhan tingkat yang ke empat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar