Sabtu, 01 September 2012

STUDI KASUS NENSI SERI 1



Bab I
Tahapan Perkenalan dengan Nensi

Prinsip awal yang perlu dikerjakan supaya proses konseling dengan Nensi dapat berhasil adalah dengan membuat Nensi mengenal saya dan merasa nyaman serta tidak takut untuk menceritakan permasalahan hidupnya kepada saya. Dengan proses pengenalan tersebut, saya dapat belajar untuk memahami bagaimana Nensi, dan seperti apa dirinya, serta pengumpulan data inventaris pribadi Nensi, untuk mempermudah saya memahami dirinya serta permasalahan yang sedang dia alami. Bahkan dari proses pengenalan ini, saya bisa mendapatkan data untuk membantuk sebuah lingkungan konseling yang nyaman bagi dirinya. Indikasi bahwa Nensi telah nyaman untuk konseling dengan saya adalah keberanian untuk menceritakan masalah pribadinya secara detail tanpa ada penolakan sedikitpun.
Kata kunci dari tahap ini adalah mendengarkan.Salah satu ukuran kasih saya terhadap orang lain adalah bagaimana cara saya mendengarkan diadan sebelum saya dapat menolong orang lain secara tepat, saya harus mendengarkan perasaannya dan pendapatnya lebih dahulu.[1] Dan dalam tahap perkenalan ini, saya dan Nensi juga mengalami proses komunikasi, dari pembicaraan basa-basi hingga komunikasi kepribadian secara menyeluruh.[2]
Setelah saya meyakini bahwa Nensi siap untuk konseling lebih lanjut maka saya akan mulai menanyakan apa yang terjadi atau permasalahan apa yang sedang terjadi didalam hidupnya, serta meminta Nensi untuk menceritakannya kepada saya.

Bab II
Tahapan Konseling

Setelah melakukan perkenalan dan Nensi mau menceritakan segala sesuatu yang menjadi problem hidupnya secara detail.Dan dikarenakan Nensi adalah seorang putri dan saya adalah seorang pria, maka saya memberkan penawaran khusus kepada Nensi untuk mengikut sertakan istri saya yang berpengalaman juga sebagai seorang konselor serta menjadi seorang ibu. Setelah cukup berpikir akhirnya Nensi menyetujuinya maka proses konseling dan penjadwalan untuk sesi-sesi yang lebih lanjut dapat segera dilakukan Dalam kasus Nensi ini saya mencoba menerapkan pola konseling Gerad Egan[3] yang memimiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :

2.a.      Tahap 1 : Keadaan Konseli “Nensi” Sekarang
Dalam proses ini, saya mempersilahkan Nensi untuk secara terbuka menceritakan permasalahan yang dia alami, dan meyakinkan dirinya bahwa saya bersedia untuk mendengar tanpa menghakiminya. Serta member jaminan kepadanya bahwa segala yang telah dia ceritakan akan menjadi sebuah catatan pembicaraan yang rahasia, atau dapat dikatakan hanya ada empat pribadi saja yang mengetahuinya, yaitu : saya, istri saya, Nensi sendiri, serta Tuhan.
Dalam tahapan ini setelah melalui jam-jam yang penuh dengan perasaan emosional, saya mendapatkan banyak data mengenai riwayat Nensi.Dia berusia tujuh belas tahun, memiliki cita-cita yang tinggi dan ingin memiliki hidup yang sukses.Namun pada kenyataannya Nensi hidup dan dibesarkan tidak dalam asuhan kedua orang tuanya melainkan neneknya dan situasi dan kondisi yang menyulitkan dia untuk menikmati hidup yang dia impikan tersebut, kondisi Nensi tersebut dikarena kepercayaan nenek moyang Tionghoa yang dipegang oleh keluarga tersebut.Dalam kepercayaan tersebut Nensi termasuk sebagai anak pembawa sial atau “ciong”.Hal tersebut melukai hati Nensi, terlebih lagi setelah dia dipersalahkan oleh Ayahnya, dikarenakan kesialan si Nensi menyebabkan ibunya meninggal, setelah kunjungan Nensi kerumah sakit.Selain kekerasan psikologis, kekerasan fisikpun juga sering dia alami.
Seiring dengan perjalan waktu kehidupannya, Nensi bertemu dengan seorang pria, yang dia anggap ideal untuk memenuhi kehausan akan kasih saying dan penghiburan atas luka batin yang dia alami.Akan tetapi pria tersebut tidak didalam Tuhan.Dan ayahnya yang tidak memperlakukan Nensi dengan semestinya seperti seorang Bapak dengan putrinya, turut campur mencegah hubungan Nensi dengan Pria tersebut.
Saat ini Nensi dan pria tersebut tengah menjalani hubungan yang bersifat “back street” atau rahasia supaya ayahnya tidak mengetahuinya. Akan tetapi setelah dia menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juru selamatnya, Nensi menjadi sadar bahwa segala yang dia lakukan tersebut tidaklah benar, dan dia sangat rindu untuk dapat berubah, serta menjadi orang yang benar-benara merdeka serta  lebih baik lagi sehingga dapat menjadi berkat bagi sesamanya.
  
2.b.      Tahap 2 : Menolong Konseli “Nensi”
Mengembangkan Suatu Gambaran Baru Mengenai Masa Depannya,
Jika Sudah Berubah Menjadi Lebih Baik
Dalam tahap kedua ini, saya mulai mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang berkisar pada : apa yang diinginkan oleh Nensi dan memintanya untuk menuliskannya di beberapa lembar kertas dan kalau perlu saya memotivasi Nensi untuk menggambarkannya dengan sketsa sederhana yang sanggup dia lakukan. Supaya nensi lebih mudah menvisualisasikan didalam pikirannya serta dapat memotivasinya untuk lebih bersemangat bergerak maju mengatasi masalahnya dan memperoleh apa yang dia inginkan.
Semenjak menerima Kristus tersebut, Nensi memiliki beberapa keinginan yang sangat dia rindukan untuk dapat terwujud, yaitu :
1.      Kehidupannya dipulihkan dan tidak lagi membenci ayahnya, akan tetapi dia tidak mengetahui caraya.
2.      Dia ingin pola kehidupannya dipulihkan sehingga menyenangkan hati Tuhan.
3.      Dia ingin berhasil dalam pendidikannya, akan tetapi dia tidak mengetahui cara belajar yang baik.
2.c.      Tahap 3 : Perencanaan Tindakan-tindakan Praktis
Yang Akan Laksanakan Konseli “Nensi” Untuk Mencapai Tujuannya
Sebagai konselor Kristen saya memberikan Nensi beberapa saran yang “mengintegrasikan”: “prinsip teologia dari Alkitab dengan pengetahuan psikologi umum”[4]kepada Nensi untuk dapat mengatasi segala permasalahannya tersebut, serta dapat meraih apa yang dia inginkan.
2.c.1.   Pandangan psikologi umum
Saya memilih beberapa teori dari psikologi umum seperti pola konseling Gerad Egan dan  Abraham Maslow, seorang psikolog yang sangat terkenal karena teori tentang kebutuhan manusia, selanjutnya dikombinasikan dengan pandangan-pandangan penyelesaian maslah menurut pandangan Alkitab.
Menurut teori kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow, Nensi mengalami kekurangan didalam pemenuhan :
1.         Kebutuhantingkat ke dua: kebutuhan akan rasa aman
Maslow berpendapat bahwa anak-anak membutuhkan suatu dunia yang dapat diramalkan.Mereka menyukai konsistensi dan rutinitas yang wajar supaya merasa aman. Jika unsure-unsur itu tidak ditemukan maka anak tersebut akan merasa cemas dan tidak aman. Anak-anak yang dibesarkan dengan perasaan tidak aman, akan menjadi orang dewasa yang tidak aman pula. Peranan orang tua dalam hal ini penting sekali, untuk melindungi anak secara baik dan wajar, sesuai dengan umurnya, sehingga anak-anak akan merasa aman di dalam keluarganya.[5]
Dalam kasus Nensi, remaja putri ini sudah harus keluar dari rumah dikarenakan penolakan orang tua mereka yang berpegang pada tradisi Tionghoa, yang mengkatagorikan Nensi sebagai anak pembawa sial “ciong”, biasanya karena tanggal lahir atau shio kelahirannya. Nensi dari kecil sudah harus hidup bersama neneknya tanpa ada payung perlindungan rasa aman dari kedua orang tuanya.
2.         Kebutuhan tingkat tiga : kebutuhan akan kasih, dimiliki dan memiliki
Kalau kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman telah terpenuhi, manusia bisa memikirkan kebutuhan akan cinta, kasih sayang, rasanya diterima oleh orag lain. Dia membutuhkan hubungan yang penuh kasih sayang, perasaan diterima oleh kelompoknya.Cinta yang dimaksud oleh Maslow adalah hubungan sehat yang penuh kasih sayang antara dua orang, termasuk sikap saling percaya.[6]
Nensi sangat haus akan pemenuhan kebutuhan ini, dia sangat tidak dapat memahami mengapa orang tuanya menolak dia, dan menitipkannya kepada neneknya. Dia sangat terluka dan merasa sangat tidak dikasihi sebagaimana mestinya seorang anak. Dan yang lebih mengkawatirkan lagi adalah nensi telah berhubungan “pacaran” dengan pria yang belum didalam Tuhan, serta memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik bagi masa depan Nensi.
3.         Kebutuhan tingkat ke empat: kebutuhan akan penghargaan.
Menurut Maslow setiap orang membutuhkan dua jenis penghargaan :Harga diri yaitu kebutuhan percaya diri, perasaan kompeten, perasaan mampu, ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain : penghargaan karena mencapai prestise tertentu, penerima dan perhatian dari orang lain, kedudukan yang terhormat dan nama baik.[7]
Seseorang yang memiliki perasaan harga diri akan merasa lebih percaya diri, lebih mampu, dan menjadi lebih produktif. Sebaliknya jika perasaan harga dirinya berkurang, timbulnya perasaan rendah diri, tidak berdaya, bahkan perasaan putus asa.[8]
Karena tidak terpenuhinya kebutuhan tingkat dua dan tingkat tiga, maka Nensi juga mengalami kekurangan pemenuhan kebutuhan tingkat yang ke empat ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KUASA DARAH YESUS MENURUT WAHYU 1:5b

... Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya. Wahyu 1:5 b (TB) Kothbah Oleh: Ev. Sonny C...