_____€_____
Pemikiran sederhana guna membangun konvergensi sederhana dengan materi literal yang sederhana untuk melawan arus ruwet-semrawut-nya pemikiran para pengujar kebencian berdasarkan perbedaan agama.
Oleh: Ev. Sonny Cornelly Sitanggang, MTh
Sedih saya melihat tokoh agama yang mengucapkaan kata-kata negatif, tidak mendidik, dan cenderung seperti orang dibanjiri hawa nafsu amarah yang luar biasa dalam komentar-komentarnya ketika diwawancarai pada sebuah stasiun televisi (lihat pada sebuah link ini https://youtu.be/77I3SdCAfGA) dan hal ini secara pribadi, sekali lagi secara pribadi saya meyakini telah mengispirasi banyak manusia-manusia yang tidak mengerti, yang menjadikan para pemuja rohanirawan itu. (lihat perlakuan mereka pada Allisa Wahid: https://twitter.com/AlissaWahid/status/904972349128155136?s=09).
Mungkin karena virus kebodohan menular level manusia setengah dewa inilah yang menjadikan semakin menyebar virus intoleransi dan melupakan sisinkemanusiaan dalam beragama, dan karena melupakan sisi kemanusiaan dalam beragama, maka itu menjamin bahwa tingkah laku hasil tafsir manusia-manusia tersebut dapat saja berbahaya bagi manusia lain, terutama yang berbeda dengan mereka. Mereka telah berubah dari rohaniawan menjadi rohanirawan, segalanya ajarannya menjadi rawan bagi kemanusiaan, lihatlah polah tingkah para rohanirawan yang mengusung agamanya dengan pemahaman yang keliru akan wahyu ilahi yang mereka terima. Ini tidak hanya sebatas rohanirawan pada agama tertentu saja, akan tetapi diseluruh agama-agama di muka bumi ini, ketika rohaniawan mereka berubah menjadi rohanitawan maka mereka menjadi berbahaya bagi sesamanya manusia.
fratres nolite pueri effici sensibus sed malitia parvuli estote sensibus autem perfecti estote
(SB2010) Hai Saudara-saudaraku, janganlah seperti kanak-kanak dalam hal pemahamanmu. Memang dalam hal kejahatan, kamu wajib menjadi kanak-kanak, tetapi dalam hal pemahamanmu, jadilah dewasa.
Epistula I ad Corinthios 14:20 (BSV)
Sebagai orang yang dilahirkan dengan separuh Batak separuh Jawa, menjadikan saya massuk sebagai katagori manusia dengan budaya ke tiga atau alternatif, karena inkulturasi dan akulturasi yang saya alami dalam keluarga kami. Akan tetapi saat ini ijinkan saya menyampaikan sebuah potongan bait dari rangkaian pendidikan karakter unggul dalam tradisi jawa yang diambil dari serat wredhatama. Sebagai manusia dengan pendidikan dasar di SD TAMAN SISWA saya cukup memahaminya, walaupun pada masa lalu saya sering mengabaikannya karena faktor kebodohan saya sewaktu anak-anak, akan tetapi karena sering saya mendengar, baik dari guru saya disekolah, maupun simbah-simbah buyut saya dari oihak ibu, maka potongan ajaran ini merasuk dalam alam bawah sadar saya, yang kemudian menyeruak bangkit dari tidur panjangnya, ketika melihat kenyataan bahwa bangsa yang besar ini terancam roboh oleh kelompok-kelompok manusia yang dikuasai hawa nafsu duniawi dan angkara murka, mereka merasuki jiwa para pelaku religius yang dangkal bahkan sering kali tersesat dalam pikir, ucalan, dan tingkah laku.
Pangkur ke 12 serat wredhatama
Sapantuk wahyuning Allah,
gya dumilah mangulah ngelmu bangkit,
bangkit mikat reh mangukut,
kukutaning Jiwangga,
Yen mangkono kena sinebut wong sepuh,
liring sepuh sepi hawa,
awas roroning ngatunggil.
Terjemahan:
Siapapun yang mendapat petunjuk Tuhan,
Dengan cermat mencerna ilmu bangkit,
bangkit untuk mampu mencapai kesempurnaan,
Kesempurnaan jiwa raga,
Bila demikian pantas disebut “orang tua”.
Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu
Paham akan dwi tunggal (menyatunya kawula dan Gusti)
TUHAN melihat yang di dalam
Manusia batiniah seseorang adalah manusia yang utama yang dilihat oleh Tuhan ... karena yang benar dalam arus perubahan kualitas kehidupan itu adalah dari manusia batiniah yang mengalir keluar dari yang kekal mengalir untuk merubah tubuh daging (reh) yang tidak fana yang sering tunduk kepada keinginan duniawi dan hawa nafsu serta angkara murka.
Mereka yang berkata “manusia beragama” tidaklah cukup jika tanpa memiliki keyakinan "sapantuk wahyuning Allah". Ini bukan sebatas jajaran gerbong literasi religius yang di dorong masuk ke relung-relung otak manusia dan mandeg pada kerongkongan pita suara mereka dan tidak pernah melandas mendarat dalam hati manusia, sehingga tidak berakar, tidak bertumbuh, dan tidak berbuah, sehingga wahyu itu tersangkut dalam otak manusia yang rehnya takluk pada hawa nafsu duniawi dan angkara sehingga tertahan hanya menjadi tumpukan kata bijak tanpa makna dan kekuatannya untuk membuat perubahan menuju kepada kebaikan dan kebenaran dalam hidup manusia juga menjadi mandeg.
Tuhan sang pencipta alam semesta menghendaki kita manusia yang penuh dengan dosa ini menanggapi wahyu-Nya dengan benar, harus melakukan “gya dumilah mangulah ngelmu bangkit / Dengan cermat mencerna ilmu bangkit”, dengan cermat mengolahndan mencerna tidak hanya sebagats kecerdasan kognitif tetapi harus sampai kepada kecerdasan afrktif dan selanjjutnya menjadikan pelakunya memiliki kecerdasan mottorik, karena wahyu tersebut terus dicerna dan diolah dalam kehidupannya. Hal tersebut ditujukan supaya manusia mampu memilii kekuatan untuk bangkit untuk mampu mencapai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan jiwa raga.
Tidak ada hubungannya dengan fisik (tubuh fana) !
Isa Almasih menekankan bahwa ada sebuah kondisi yang sangat berbahaya dalam hidup manusia, baik bagi dirinya maupun bagi sesamanya, yaitu yang terdapat dalam Al Injil surat Markus 8:18 (SB2010) “Kamu bermata, tidakkah kamu melihat? Kamu bertelinga, tidakkah kamu mendengar? ....” sungguh sebuah ironi yang pada umum terjadi dalam keseharian kehidupan manusia berdosa. Kesempurnaan jiwa raga disini bukan tubuh sempurna tanpa kekurangan, bahkan sering digunakan istilah yang saya rasa tidak pantas bagi manusia yaitu “cacat”. Kesempurnaan jiwa raga disini merujuk pada takluknya manusia badaniah (daging) kepada manusia batiniah yang takluk dan tunduk pada kebenaran wahyu-Nya TUHAN. Jika kondisi ini terjadi maka disebutkan manusia tersebut “Yen mangkono kena sinebut wong sepuh, liring sepuh sepi hawa”, ddalam sumber-sumber literal di Indonesia sering diiterjemahkan sebagai berikut: “Bila demikian pantas disebut “orang tua”, Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu. Disinilah keterbatasan bahasa Indonesia, karena arti sepuh disini bukan berarti sekedar tua dalam usia/senior, melainkan sepuh dalam artian senior dikarenakan memahami ilmu kehidupan berdasarkan wahyu-Nya TUHAN.
Kesadaran spiritual
Dan manusia yang memahami ilmu kehidupan disebut sebagai manusia yang “awas roroning ngatunggil” yang diterjemahkan “paham akan dwi tunggal (menyatunya kawula dan Gusti)”. Dalam hal ini bukan menyatu dalam kknteks blending yang kaku, sehingga manusia bisa mengaku bahwa dirinya adalah vicaris Tuhan di bumi atau tuhan-tuhan kecil dibumi bahkan allah-allah kecil dibumi, melainkan manusia yang memilii keselaraasan pola kehkdduoannya dengan wahyu-Nya TUHAN dalam wujud integritas diri yaitu keselarasan antara “njerone ati, pintere pikiran, lakune urip lan ucape lathi” – keselarasan antara roh manusia, jiwa manusia dan tubuh daging manusia dengan kehendak TUHAN Yang Maha dalam segala yang Baik.
Agama Manusia
Sebagai penutup ijinkan saya mengambil dan menyampaikan ayat dalam Al Injil surat Yakobus 1:22-25 (TB) Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.
KH. Abdurrahman Wahid mengatakan “Agama jangan jauh dari kemanusiaan” pernyataan tersebut sungguhlah benar, karena jikalau agama jauh dari kemanusiaan maka agama tersebut akan tidak baik baik manusia, karena meluoakan esensinya sebuah agama itu “menjadi ada”. Isa Almasih mengatakan: "Kasihilah Allah, Tuhanmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan dengan segenap akal budimu. Selain itu, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. " Lukas 10:27 (SB2010) .
Kita tidak dapat mengasihi Tuhan Allah kita tanpa mengasihi manusia lain yang adalah ciptaanNya. Kita adalah manusia-manusia yang menggunakan agama-agama kita untuk sebuah kesalahan, jika kita melupakan sisi kemanusiaan kita dalam beragama.
Ref.
Al Injil surat Matius 13: Matius 13:3-9 (TB) Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: "Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"
Penulis:
Ev. Sonny Cornelly Sitanggang, MTh
CV.
Aktifis Kerohaanian Kristen 1993 - sekarang
Guru Injil di Sinode Gereja Kasih Kristus Indonesia 2014 - sekarang
Sekretaris Majelis Pengurus Daerah Jawa Tengah dan D I. Yogyakarta 2017 - 2022
Pengasuh Paguyuban Mitreka Satata Banyumas 2012 – sampai sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar