Bab I
Pendahuluan
Sejak zaman Reformasi Protestan, istilah "Pastoral" dipakai dalam dua pengertian. Pertama, "Pastoral" sebagai kata sifat dari "Pastor". Karena Pastor melaksanakan penggembalaan, maka istilah Pastoral dalam konteks ini berarti sama dengan penggembalaan itu sendiri. Pemahaman yang kedua adalah Pastoral sebagai studi tentang penggembalaan itu sendiri. Penggembalaan adalah salah satu disiplin dalam studi teologi. Istilah ini dikaitkan dengan tugas seorang pastor atau pendeta di dalam membimbing atau mengasuh warganya, yang sering sekali diumpamakan dengan domba.
Ide mengenai Pelayanan Pastoral sendiri sudah muncul sejak sebelumnya, sebagaimana sebelumnya dihubungkan dengan istilah Seelsorge (penyembuhan dan pemeliharaan jiwa-jiwa) walaupun sebenarnya keduanya tidak identik. Zwingli pernah menuliskan suatu risalah mengenai gembala yang benar dan yang salah. Selain Zwingli, Martin Bucer juga menulis mengenai pelayanan terhadap jemaat dalam protestanisme serta membaginya dalam lima kategori. Bahkan, Martin Luther sendiri membuat banyak tulisan yang berhubungan dengan pemeliharaan jiwa (Seelsorge) tersebut.
Mendekati awal abad ke-19, buku-buku mengenai petunjuk praktis untuk pendeta mulai bermunculan dan menekankan hal-hal seperti kebijaksanaan, pengetahuan, kesalehan, doa, dan penyangkalan diri dalam diri pendeta. Selain itu, seorang pendeta juga dituntut untuk sering mengunjungi jemaatnya. Studi Teologi Pastoral secara khusus baru dimulai di Jerman pada abad ke-19, namun baru disusun secara sistematis oleh Inggris dan Amerika sekitar tahun 1873 dengan mengembangkan Teologi Praktika, sebuah bagian studi Teologi yang dipandang Friedrich Schleiermacher sebagai bidang studi yang lebih luas dibandingkan Teologi Pastoral. Di awal abad 19 ini juga mulai muncul berbagai pandangan mengenai cakupan Teologi Pastoral, misalnya W.G.T. Shedd yang memandang Teologi Pastoral sebagai studi atas perkunjungan, pengajaran, kehidupan pribadi, doa, dan akal budi dari pendeta dan Van Oosterzee yang memandang Teologi Pastoral sebagai studi Poimenika, yaitu sebagai teori pelayanan pastoral.[1]
Bab II
Latar Belakang Masalah
Pelayanan Pastoral adalah salah satu bagian dari departemen pelayanan yang penting didalam pemeliharaan jemaat dalam suatu organisasi gereja, serta pertumbuhan gereja secara terorganisasi. Dalam dalam perkembangan waktu pelayanan Pastoral dalam lingkup kerjanya tengah mengalami tantangan-tantangan yang baru seturut dengan perkembangan jaman yang terjadi. Salah satu tantang yang nyata saat ini adalah “tsunami” krisis perekonomian yang tidak memilih-milih sasaran untuk digoncangkan; siapa saja termasuk jemaat yang digembalakan dapat saja secara mendadak terbenaam didalam kesulitan perekonomian tersebut. Akan tetapi banyak pelayan Pastoral, tidak memiliki kemampuan untuk menangani masalah ini dengan sebaik mungkin. Dan hal tersebut dapat berdampak buruk bagi jemaat yang mengalami masalah tersebut, bahkan kemunduran rohani yang terlalu jauh.
Di abad ke-17, Richard Baxter menulis sebuah buku untuk para pendeta dengan judul "The Reformed Pastor" yang menganjurkan sistem pelayanan ke rumah-rumah jemaat. Dalam buku ini, ia mengkritisi perasaan tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang pendeta kepada jemaatnya. Ia menuntut adanya persiapan yang serius dari para pendeta sebelum melakukan pelayanan penggembalaan. Walaupun demikian, ia tidak memandang penting teori dan berpendapat bahwa kemampuan praktis untuk melihat bermacam-macam kebutuhan lebih penting.[2]
BAB III
Pembahasan Pelayanan Pastoral
Bagi Jemaat yang Mengalami Kebangkrutan
Melayani pastoral bagi mereka yang terkena krisis, terutama dalam bidang keuangan yang dalam bahasa umumnya sering disebut sebagai “kebangkrutan”, seorang pelayan Pastoral membutuhkan strategi khusus dan pemahaman psikologis setiap pribadi jemaat yang sedang mengalami krisis tersebut, serta kebutuhan-kebutuhan mendasar utama mereka. Untuk itu mari kita melihat lingkup kerja pelayanan pastoral dan kebutuhan mendasar praktis umum dari jemaat yang sedang mengalami kebangkrutan.
3.1.Lingkup Kerja Pelayanan Pastoral
Untuk bisa melayani mereka yang mengalami kebangkrutan adalah lebih baik jika kita memahami lingkup kerja pelayanan Pastoral itu.
Menurut H. B. London dan Neil B. Wiseman dalam buku mereka yang berjudul ”Menikmati panggilan di Ladang-Nya”[3] mengatakan bahwa lingkup kerja pelayaan Pastoral adalah:
3.1.a. Visitasi
Panggilan dirumah-rumah anggota jemaat atau di tempat kerja mereka dalam suatu program sistematis untuk bertemu antara anggota yang satu dengan yang lainnya yang memilki kepentingan. Hal ini akan terjadi apabila pelayanan sebagai pemimpin sukarela membantu dalam komunitas, hal ini menjadikan dunia lebih baik bagi anak-anak Allah.
3.1.b. Pengajaran
Pengajaran merupakan konfirmasi kelas, perencanaan dan atau pengajaran kelas-kelas pengajar sekolah gereja, pengajar dalam kelas-kelas pendek atau blok sitem, dan lain-lain. Kita diajar untuk melayani sebagai pemimpin dalam jemaat – pribadi dimana setiap individu dapat meminta saran dan bimbingan dalam segala aspek kehidupan dan pekerjaan dari jemaat.
3.1.c. Konseling
Konseling dengan pribadi-pribadi dan masalah rohani, dengan pasangan yang dilayani, dengan beberapa orang lain secara pribadi dan lain-lain. Richard R Klein dalam bukunya, ”Growing Smaller Churches” mengatakan bahwa: ” counseling is for the church office.”
3.1.d Administrasi
Melayani ”sebagai ”sekretaris eksekutif” dari jemaat, bekerja dengan komite-komite, membantu merencanakan program keuangan dalam gereja” , bekerja dengan komite atau sinode dalam merencanakan dan mengimplementasikan program, dan lain-lain.
3.1.e Evangelism
Panggilan terhadap orang-orang diluar gereja dalam komunitas, menjadi saksi bagi Kabar Baik, panggilan bagi anggota baru, dan pelatihan untuk penginjil-penginjil. Menurut Ralph M. Riggs, dalam bukunya ”Gembala Sidang Yang Berhasil” mengatakan bahwa: ”semua orang Kristen diperintahkan oleh Tuhan melalui para rasulNya untuk pergi bersaksi, mengajar dan memberitakan Injil.”
3.1.f. A Leader among Leaders
Melayani dengan kepemimpinan sebagai bagian dari para pemimpin dalam jemaat, dimana mereka memilki karunia yang unik dan tanggung jawab yang spesifik.
3.2. Kebutuhan-kebutuhan Parktis Mendasar Mereka yang Mengalami Kebangkrutan
Memahami apa saja yang menjadi kebutuhan-kebutuhan mendasar mereka yang mengalami kebangkrutan, akan sangat membatu mereka yang melakukan pelayan Pastoral kepada jemaat yang sedang mengalami “tsunami” perekonomian tersebut.
Akan tetapi sebelum kita melaksanakan poin-poin dalam pembahasan dibagian ini, kita memerlukan sebuah perlengkapan khusus yang akan membantu kita dan mendasari bagi diri kita segala proses yang akan kita jalani dalam melayani mereka, perlengkapan tersebut adalah “empati”. Dalam definisi bebasnya, “empati” dapat dinyatakan sebagai kemauan seseorang untuk memahami orang lain tanpa menghakimi, dan melakukannya dengan kerelaan hati, tanpa menuntut timbal balik apapun.
Didalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ada beberapa ayat yang dapat mendukung pola pelayanan Pastoral dengan empati tersebut, diantaranya adalah :
Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!
Roma 12:15
Selamatkanlah kiranya umat-Mu dan berkatilah milik-Mu sendiri, gembalakanlah mereka dan dukunglah mereka untuk selama-lamanya.
Mazmur 28:9
Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. 1 Petrus 5:2
3.2.a. Pendampingan dengan empati
Pendampingan adalah hal yang diperlukan oleh jemaat yang sedang mengalami kebangkrutan, dan mungkin dijaman modern yang serba kapitalis ini. Tidak ada yang lebih menyakitkan dan menyedihkan dari pada sahabat-sahabat dan keluarga yang berbalik meninggalkan kita, ketika kita sedang dalam kejatuhan ekonomi. Dan itu adalah kondisi umum yang sering dialami oleh orang yang mengalami kebangkrutan.
Pendampian dengan empati, adalah sebuah aktifitas pendampingan yang tidak hanya sekedarnya, melainkan pelayanan Pastoral yang mau mendampingi mereka untuk melewati tsunami krisis ekonomi yang mereka alami, setidaknya hingga mereka bisa berdiri dengan “kedua kaki” mereka menhadapi setiap implikasi yang terjadi didalam masa-masa yang berat dari krisis tersebut. Dalam pendampingan ini, dibutuhkan kerelaan hati dan tidak menghakimi. Bahkan terkadang diawal-awal prosesnya akan banyak penyesuaian waktu yang diperlukan.
3.2.b. Mendengarkan dengan empati
Setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk dihargai dan dikasihi. Salah satu cara untuk menunjukan kasih kita kepada orang lain ialah cara kita mendengarkan dia. Kalau kita berusaha sungguh mendengakannya, dia akan merasa dikasihi dan dihargai.[4]
Riset Mehrabian mengenai komunikasi, menunjukan pentingnya komunikasi “non verbal.” Tujuh persen komunikasi terdapat dari kata-kata yang dipakai, tiga puluh delapan persen komunikasi yang terdapat dari nada suara, dan lima puluh lima persen komunikasi terdapat dari ekspresi wajah dan tingkah laku “non verbal.[5]
Komunikasi “non verbal” dapat dilakukan oleh pelayan Pastoral melalui sikap tubuh yang mengikuti prinsip “SOLER”, yaitu : Squarely (menghadap secaa sejajar), Open (memperlihatkan sikap tubuh yang terbuka), Lean (posisi tubuh lebih condong ke depan), Eye contact (mempertahankan kontak mata), Relax (bersikap rileks). Dan kita juga perlu berusaha mendengarkan perkataan mereka yang sedang kita layani, mengenai pengalaman apa yang terjadi, apa yang dia sedang lakukan, dan bagaimana perasaannya terhadap semua itu.[6]
3.2.c. Memotivasi dengan empati
Motivasi yang segar dan efektif sangat diperlukan oleh mereka yang mengaami kebangkrutan, mereka harus bangkit dan bekerja kembali sekalipun harus memulai dari awal. Mereka yang bangkrut tidak boleh terjebak didalam mengasihi diri sendiri dan hidup dimasa lampau, serta menjadi tawar hati, mereka harus dimotivasi untuk kembali berjuang dan bekerja.
Ada banyak Firman Tuhan yang menunjukan bahwa memotivasi diri sangat diperlukan untuk mendapatkan kembali keberhasilan dalam hidup. Berikut dibawah ini beberapa ayat yang menunjukan mengenai motivasi :
Maka engkau akan berhasil, jika engkau melakukan dengan setia ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum yang diperintahkan TUHAN kepada Musa untuk orang Israel. Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan janganlah tawar hati.
1 Tawarikh 22:13
Lalu berkatalah Daud kepada Salomo, anaknya: "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, dan lakukanlah itu; janganlah takut dan janganlah tawar hati, sebab TUHAN Allah, Allahku, menyertai engkau. Ia tidak akan membiarkan dan meninggalkan engkau sampai segala pekerjaan untuk ibadah di rumah Allah selesai.
1 Tawarikh 28:20
Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.
Amsal 24:10
Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: "Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!"
Yesaya 35:4
Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.
2 Korintus 4:16
Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu.
Efesus 3:13
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar